Tuesday 22 June 2010

Jangan Malas

Tuesday 22 June 2010 0
“Satu satunya alasan mengapa sampai saat ini masih ada pemalas di dunia ini adalah karena mereka beruntung, itu aja ga lebih” (mohamad rohli 2010)
Gua yakin banget ama quotes yang gua ciptain sendiri. Terlepas dari kontrofersi empiris atau tidaknya, gua yakin banget ama apa yang gua katakan itu.
Buat gua, orang orang pemalas yang masih ada sampai saat ini, terbantu karena keberuntungan mereka. Mereka bisa survive di dunia yang ga bersahabat ini karena keberuntungan. Bentuk keberuntungan itu banyak. Konkritnya , contoh : orang tuanya yang pejabat sehingga dia link lebih banyak, orang tuanya yang banyak duit sehingga mereka punya kemampuan lebih dan akses yang hampir tak terbatas, atau karena dia otaknya encer sehingga bisa dengan cepat belajar banyak dari sedikit waktu, sampe alasan karena fisik mereka sehat dan kuat sehingga mereka bisa survive.
Gua ga bilang kalo gua sendiri pun bukan pemalas. Pastilah semua orang punya sifat malas. Toh malas itu manusiawi. Tapi biar gua sempitkan malas disini dalam arti umum dengan makna yang sebenar-benarnya sebagai pemalas. Dan arti itu ga usah gua bicarakan lebih lanjut. Pasti semua mengerti apa malas yang sedang gua bicarakan ini.
Gua juga ga bilang gua orang yang ga beruntung. Berbagai macam kejadian membuktikan bahwa gua orang yang cukup beruntung.
Jadi apa permasalahannya? Ya bilang aja gua sinis.
Apa gua iri? Ah ga juga, buat apa?
Begini, gua Cuma melihat situasi yang sedikit ga adil . coba liat orang-orang rajin yang ga berhasil atau ga survive dalam suatu hal. bukan karena mereka ga jago, ga pinter, ga rajin. Tapi karena mereka ga punya akses. Mereka orang –orang yang tertindas ama keadaan dan sistem yang ga mengganggap sebuah etos adalah kunci. Sistem inilah yang ga memanusiakan manusia seperti mereka. Kasihan? Tentu saja.
Orang –orang pemalas yang justru banyak mendapat akses, banyak mendapat link dan mendapat aneka kemudahan. Karena sistem ini ga mengenal etos yang baik buruk, rajin malas, pintar bodoh, sama saja, sistem ini buta. Satu yang bisa ia bedakan. Ada uang atau ga ada uang.
Ah kawan, biarlah gua berkeluh kesah tentang sistem ini. Sudahlah. Hampir Cuma itu yang bisa gua perbuat untuk saat ini.
Dan kesimpulan dari omongan nyeleneh ini adalah tetap sama. Bahwa orang –orang pemalas yang ada di dunia ini, seluruhnya. Mereka masih ada dan bisa survive bukan karena apa-apa. Tapi karena keberuntungan. Itu saja.

Muka muka di simak UI itu

Muka muka di simak UI itu
11 April 2010. gua jadi pengawas simak. Gua ditempatkan di jakarta timur. Tepatnya di SMAN 67 Halim Perdana Kusuma. Ga tanggung-tanggung. 3 kali naik angkot cuy! Tapi demi duit 220 ribu gua nekatin terima aja. sejauh apapun.
Ketika gua berada di angkot trans halim (angkot terakhir menuju 67), gua berbarengan dengan anak-anak SMA yang mau ujian SIMAK. Dan gua melihat wajah-wajah itu. Wajah wajah yang dulu juga pernah gua liat. Wajah-wajah yang tampak ragu, takut , tegang dan pasrah akan masa depan. sebuah wajah dengan tanda tanya , akan kemana mereka setelah ini. Mungkin udah ada yang yakin akan kemana, tapi banyak juga yang ga tau mau kemana, seperti gua dulu saat mau lulusan SMA. Gua bisa mengerti wajah-wajah itu karena gua juga pernah memiliki wajah itu.
Ragu, takut, pasrah, atau rasa lain yang ada diwajah itu mengingatkan gua pada gua beberapa tahun lalu. Gua ingat bagaimana gua melewati masa-masa itu. Belajar dengan keterbatasan otak dan biaya, masa depan yang ga jelas dan keraguan mau jadi apa. Dan hal itu bukan hal mudah.
Dan Kalau bukan karena keberuntungan, gua mungkin sekarang sudah menjadi karyawan di sebuah pabrik di cilegon sana. Banting tulang mencari uang. Pergi pagi dan sip malam kaya kaka gua. Cari duit buat mengangkat keluarga.
Ya. Keberuntunga. Gua ga ragu kalau gua termasuk golongan orang yang beruntung. Dimasa-masa itu gua merasakan banget bagaimana keberuntugnan menyertai gua. Mulai dari biaya bimbel di Nurul Fikri yang ditanggung temen sebangku yaitu muchamad agung laksana hingga gua bisa bimbel di tempat yang sebenarnya sulit gua jangkau dengan kondisi ekonomi keluarga gua, daftar spmb dari duit yang gua kumpulin sendiri, lalu kesalahan penamaan di kartu ujian SPMB, sampai ketrima di UI jurusan hukum padahal gua bukan siswa yang berprestasi di sma. Ya. Keberuntungan itu yang membawa gua sampai disini. Dan gua percaya, pasti ada alasan Tuhan memberikan semua itu buat gua. Ya. Pasti ada alasannya.
Wajah-wajah itu mengingatkan gua bahwa kurang bersyukurnya gua, betapa kurang maksimalnya gua menjaga keberuntungan yang udah Tuhan kasih ke gua, betapa gua belum jadi apa-apa. Betapa gua masih sama dengan mereka. Ragu, takut, ga jelas akan menjadi apa.



Sunday 20 June 2010

Friend request

Sunday 20 June 2010 0
Ada 40 friend request di akun facebook saya. Sebelumnya seharusnya lebih banyak lagi. Ya.. ada 40an orang yang mau jadi teman saya. 40 orang dengan berbagai latar belakang, siap menjadi orang orang yang bisa saya andalkan sebagai teman. Lepas dari apapun motivasi mereka menklik friend request saya, faktanya, ada 40 an orang yang ingin menjadi teman saya. Entah mereka orang yang sebenarnya tidak saya kenal, orang ga ada kerjaan, orang yang hanya friend collector, atau bahkan orang jail yang siap menghack akun saya. Apapun motivasinya, kabar baiknya adalah mereka rela menjadi teman saya. Selayaknya teman, maka mereka sudah siap dengan apapun adanya diri saya, konsekuensi logis dari sebuah hal yang disebut pertemanan. Lepas bahwa nyatanya mereka hanyalah teman di dunia maya.
40 friend request yang sudah saya biarkan cukup lama itu saya perhatikan betul-betul. Ada sebagian yang memang saya kenal dan dengan sombongnya saya lama sekali menerima permintaan menjadi teman mereka. Ada juga orang-orang yang tidak saya kenal, mereka juga ingin jadi teman dunia maya saya. Sama nasibnya seperi yang lain, mereka saya biarkan, cukup lama.
Apa yang salah dengan keterbukaan? Apa yang salah dengan kita menerima permintaan menjadi teman mereka?. Ya tentu kita punya hak untuk memilih, kepada siapa saja kita dapat berteman. Kita dapat melihat sisi untung rugi saat diri kita menjadi teman mereka, kita juga dapat membuat keputusan dramatis dengan menolak permintaan teman mereka.
Tapi apakah hal terakhir tidak terlalu berlebihan?
Saya tahu, ada alasan 40an orang ini memilih saya sebagai teman mereka.boleh jadi mereka adalah orang-orang dengan niat jahat pada kita, orang-orang yang siap membuat hari-hari kita kelak menjadi tidak senyaman ketika kita belum menjadi teman mereka, boleh jadi mereka siap memeras kita dengan berbagai cara, bisa jadi mereka bakal menjadi orang-orang yang akan merepotkan diri kita. Tapi, Apapun alasannya, toh mereka sudah membuka diri mereka untuk menjadi teman, lalu mengapa kita harus menolaknya? Kita tidak selalu bertemu dengan orang yang sudah kita kenal bukan? Kita juga tidak selalu melihat hubungan untung rugi saat berteman. Mungkin saja mereka nanti justru menjadi orang yang ingin kita minta menjadi teman. Boleh jadi mereka nanti adalah orang yang memegang jabatan penting dan kita membutuhkan bantuan mereka, bisa jadi justru mereka adalah orang-orang yang dikirim Tuhan untuk menolong kita lewat postingan mereka yang inspiratif atau statusnya yang memotivasi. Selalu banyak kemungkinan kawan. Kita tidak dapat menutup satu kemungkinan pun.
Tidak ada yang salah dengan keterbukaan dan penerimaan. Orang-orang yang sudah rela ingin menjadi teman kita, tidak seharusnya mendapat perlakuan yang kurang simpatik dengan menunda keputusan kita untuk memilih atau tidak memilih mereka sebagai teman, atau bahkan menjadikan mereka sebagai koleksi pribadi untuk menunjukan betapa banyaknya orang yang ingn menjadi teman kita. Betapa kita merasa dicintai oleh bayak orang. Betapa kita semakin jumawa ketika semakin banyak orang yang ingin menjadi teman kita. Sudah semakin begitu perhitungannya kah kita?
Maaf semua, saya akan menjadi teman kalian, karena tidak ada yang salah dengan keterbukaan dan penerimaan. Itu saja.

Wednesday 9 June 2010

Redefinsi Hedonisme.

Wednesday 9 June 2010 0

Catatan ngelantur ini saya buat setelah sedikit membaca. Jadi kalau saya salah, ya mbok ya di koreksi, tapi kalau saya benar mbok ya jangan mau menang sendiri.

Hedonisme. banyak yang bilang, kalau mau tau hedonisme itu apa, maka lihatlah anak muda kita sekarang. Hedonis. Selalu ingin kesenangan. Praktis. Hambur-hambur harta. Perilaku kebanyakan anak muda kita seakan menjadi cermin apa itu hedonisme. Tapi menurut saya , kayaknya makna hedonisme ga sesempit itu.

Secara kasar bisalah kita melihat atau mendefinisikan hedonisme dengan matrealistis, menginginkan kesenangan belaka, yang akan nantinya di sangkut pautkan dengan sex, drugs, kekerasan dan musik. Tanpa beban, tanpa tanggung jawab, hidup bebas. Dalam hal ini bisa saya kataan telah terjadi penyempitan terhadap makna hedonisme itu sendiri, hasil dari definisi kita tentang anak muda dan hedonisnya mereka.

Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yaitu hedone yang berarti kesenangan. Bagi penganut aliran ini, hal terbaik bagi manusia, bahkan tujuan hidup manusia adalah mencari kesenangan. Para pemikirnya seperti Aristippos (salah satu murid Sokrates), dan epikuros. Tapi tentu ajaran mereka tidak sesempit itu.

Aristippos mempunyai pandangan bahwa tujuan dari semua perbuatan manusia adalah kesenangan dan kenikmatan. Hal ini terbukti bahwa sejak kecil manusia selalu mencari kesenangan dan menjauhi ketidaksenangan. Akan tetapi, Ia menekankan peran rasio (akal) dalam mencapai kesenangan itu. Sehingga ia mengakui bahwa perlu adanya pengendalian diri dalam mencari kesenangan itu. Pengendalian diri ini tidak sama dengan meninggalkan kesenangan (Bertens : 1997). Tujuan seorang bijak bukanlah untuk dikuasai kenikmatan melainkan untuk menguasainya. Yang penting adalah mempergunaan kesenangan dengan baik dan tidak banyak dikendalikan oleh kesenangan. Tapi justru megendalikannya agar sesuai dengan diri kita. Pemikiran Aristippos kemudian dilanjutkan oleh Epikuros yang intinya dalah walaupun kesenangan itu adalah baik, tetapi tidak semua kesenangan harus dimanfaatkan. Ia amat menekankan aspek kebijaksanaan. Lebih baik merasakan sakit sesaat unuk menikmati kesenangan yang lebih lama. Selain itu ia juga menekankan pada adanya ketenagan jiwa yang merupakan salah satu kenikmatan yang paling tinggi.

Dari sini dapat kita lihat bahwa paham hedonisme tidak hanya melulu melihat kesenangan sebagai tujuan mutlak manusia. Kesenangan juga harus selalu disertai tanggung jawab dan pengendalian diri. Hedonisme dilandasi dengan pemikiran yang jauh ke depan dan memiliki nilai etis dan manfaat yang besar secara teoritis. Sehingga seharusnya bukanlah hedonisme anak muda saat ini yang tampil di permukaan, tapi hedonisme yang murni yang memang memiliki kebaikan. Kalau saja hednonisme yang murni ini dapat diterapkan, maka saya tidak menyangkal bahwa saya juga orang yang hedonis yang ingin selalu melakukan hedon hedon untuk diri saya. Siapa pula yang tidak mau kesenangan?

bLog juga hasiL karya hak cipta !
 
Blog Anak Margonda ◄Design by Pocket, BlogBulk Blogger Templates